Ternyata, Bahagia Itu Menular

  • Oleh Ustadz H. Moh. Ali Susanto, M.Pd

YA, kebahagiaan itu bisa menular. Ada sebuah kisah, seorang istri ditinggal mati suami secara mendadak. Serangan jantung. 

Dia sedih karena dua hal. Pertama karena berpisah dengan suami tercinta. Kedua, dia menyesal karena tidak sempat merawat suami sebagai tanda cinta dan bakti seorang istri. Suami meninggal tanpa sakit. Maka sebagai tanda bakti dia datangi kuburnya lalu ditaburkan bunga di atasnya. Tapi kesibukannya tidak memungkinkan dia ziarah setiap hari atau setiap akhir pekan.

Maka dia titip uang kepada penjaga makam untuk membeli bunga dan diletakkan di pusara suaminya. Pekan pertama berjalan lancar sampai pekan ke empat. Namun pada pekan ke lima tidak terlihat bunga di atas pusara suaminya.

“Bapak tidak letakkan bunga di makam suami saya?” kata sang istri.

“Maaf saya belum lapor ibu. Saya wujudkan bakti ibu kepada bapak dengan cara lain. Saya belikan makanan. Lalu saya bawa ke rumah sakit. Atas nama bapak dan ibu, makanan itu saya sedekahkan kepada keluarga penunggu pasien yang banyak tiduran di selasar rumah sakit. Mereka gembira sekali menerima makanan itu. Umumnya mereka dari luar kota dengan ekonomi terbatas. Bapak saya kirimi doa, bukan lagi dengan taburan bunga”. Kata si penjaga makam.

Esoknya wanita itu datang ke rumah sakit bersama penjaga kubur untuk membuktikan. Betapa kaget dia melihat reaksi orang-orang itu. Ketika mereka melihat penjaga kubur itu datang, dengan takzim mereka menyambutnya dengan sangat antusias. Seakan menyambut datangnya malaikat pembawa rejeki.

Lalu dengan wajah gembira dia terima makanan dari penjaga kubur itu. Wanita itu terharu melihat wajah yang berseri-seri dari para penunggu pasien itu. Maka hari-hari berikutnya wanita itu sendiri yang datang. Dia merasa sangat bahagia bisa membuat orang lain tersenyum gembira.

Itulah bahagia. Bisa menular kepada orang yang memberi. Semakin banyak kita memberi bahagia kepada orang lain, maka akan semakin banyak bahagia yang kita terima.

Orang bijak berpesan: Carilah kesenangan dengan cara menyenangkan orang lain. Carilah kebahagiaan dengan cara membahagiakan orang lain. Jangan pernah mencari kesenangan dan kebahagiaan dengan cara memplokotho orang lain.

Dan benarlah apa yang diungkapkan seorang alim, bahwa di antara tanda kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba;

”Setiap kali diberikan oleh Allah tambahan ilmu, maka semakin bertambah ketawadhu’an dan kasih sayangnya.”

“Setiap kali ditambah amalannya, semakin bertambah takut dan kehati-hatian dia.”

“Setiap kali ditambah umurnya, maka berkurang ketamakannya terhadap dunia.”

“Setiap kali ditambah hartanya, semakin bertambah pula kedermawanannya.”

“Dan setiap kali semakin dinaikkan kedudukannya, maka semakin ia dekat kepada manusia dan semakin ia berusaha untuk memenuhi kebutuhan manusia”.

Ingatlah: apa yang kita petik adalah apa yang kita tanam. Karena memang itu sunnatullahnya. Jangan berharap panen kelapa kalau kita tanam jagung. Hal jaza’u al ihsani illa al ihsan, Artinya: ”Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula” (Ali Imran: 185).

Nashrun minallahi wa fathun qarib. []

*) Penulis adalah Ketua PD Muhammadiyah Buleleng

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *