Hai Puan, Piala Kebanggaan, Zona yang Tak Dipinta

  • Puisi-puisi Raodatun Syarifah

Zona yang Tak Dipinta

Pada zona yang tak pernah ku pinta

Pada semangat yang selalu ku tempa

Pada tangis yang sengaja ku seka

Raga lemah ku ingin bertanya

Kapan kiranya lara ini usai

Tidak ada yang menyakitiku

Aku hanya disakiti oleh pikiran tanpa arahku

Yang menari di alam bawah sadarku

Mengganggu lelapku hingga terjaga

Aku masih menatap langit yang sama

Sinar rembulan yang memancar di kegelapan

Suara nyanyian dari heningnya malam

Menjadi penenang raga

Pada zona yang tidak menjanjikan tenang

Ku gantungkan pengharapan yang tak usai

Pada zona yang menjanjikan kepiluan

Ku gantungkan kebahagiaan yang semu

Ingatan kembali ku hadirkan

Pada tujuan yang telah dijejaki

Meski sedikit terhenti oleh ego tak bertepi

Tetap ingin ku akhiri langkah pada tujuan …

Hai Puan

Bermalamlah di sini puan

Sampai aku lupa bahwa duniaku

Sudah hancur dan melebur dengan luka

Serta hampir usai oleh kebodohan dan kedunguan

Duduklah di sampingku puan

Mari kita bercerita tentang bumi berputar

Tentang bintang dan cahayanya yang terang

Serta bercanda dengan kenyataan yang kalut

Wahai puan yang bermata bening

Bolehkah kau pinjamkan bahumu

Hanya untuk sekadar bersandar

Dan mengadu nasib dan hasratku

Wahai puan yang bersinar indah

Bak rembulan yang bulat sempurna

Bolehkah aku melontarkan pertanyaan

Tentang bagaimana alam semesta berjalan

Wahai puan yang berjari lentik

Bolehkah ku pinjam tanganmu

Untuk ku genggam selama

Perjalanan mengarungi takdir kepiluanku

Wahai puan yang cantik rupawan

Mari melangkah beriringan denganku

Akan ku bawa raga sempurnamu

Melihat pelangi yang terhapus pelan

Piala Kebanggaan

Sinar mentari memancar

Menembus setiap lorong kesunyian

Di bibir pintu rumah itu

Kau mengantarkan ku menjemput cita

Ungkapan bahasa ketegaran

Mengantar ku menuju penantian

Dengan sikap tegap

Belaian kasih dari tangan kasar

Angkasa ikut melambai

Dengan gemuruh riang

Suara deburan ombak

Ikut mengantarkan ku pergi

Hentakan kaki ketegasan

Ikut meneguhkan sedihku

Suara riuh anak pelabuhan

Menjadi alunan kepergianku

Sang nakhoda telah

Memberikan isyarat

Bahwa aku akan

Dibawa berlayar jauh

Angin semilir dari samudra lepas

Ikut membawa janjiku

Untuk pulang kembali

Dan menjadi piala kebanggaan

Dengan angan ku mengukir cita

Menghitung jejak buih lautan

Hingga sampai tiba masa

Aku kembali meniti jejak buih itu

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *