Kupu-Kupu Kebahagiaan

  • Oleh Ustadz H. Moh. Ali Susanto, M.Pd

ADA keinginan yang sama pada setiap orang, yaitu ingin hidup bahagia. Maka jangan heran kalau hampir seluruh potensi yang dimiliki manusia diarahkan dan ditujukan kesana. Mengejar kebahagiaan.

Seorang bijak mengatakan, bahagia itu seperti kupu-kupu. Banyak orang mengejarnya. Namun kupu-kupu selalu terbang cepat. Maka orang itu berlari lebih cepat lagi. Namun kupu-kupu juga terbang lebih cepat lagi. Sehingga tidak terkejar. Badan sudah letih dan nafas hampir habis tetapi kupu-kupu tetap tidak terkejar.

Lalu datang seseorang kepada orang bijak. “Guru, ajarkan kepada kami cara mengejar kupu-kupu. Saya sudah letih tetapi kupu-kupu kebahagiaan itu tidak terkejar. Terbang terlalu cepat.”

“Apa yang sudah kamu lakukan?” tanya sang guru.

“Saya berlari cepat. Ingin mengimbangi kecepatan kupu-kupu. Namun gagal.”

“Itulah kesalahan banyak orang. Kupu-kupu dikejar.  Padahal ada cara lebih sederhana. Tanamlah pohon atau bunga di halaman rumahmu. Ketika tanaman itu menghijau atau berbunga maka banyak kupu-kupu akan datang dengan sendirinya. Bahkan serangga lain misalnya kumbang juga ikut datang,” nasihat sang guru.

Saudaraku, itulah cara mengejar kebahagiaan. Menanam bunga atau menanam tanaman di halaman kehidupan kita. Nama tanaman itu ialah tanaman amal shaleh. Jika orang menanam pohon amal shaleh dalam hidupnya maka kupu-kupu kebahagiaan akan datang sendiri mendekati dia. Tanpa kita harus berlari mengejarnya.

Dari mana kita tahu kupu-kupu kebahagiaan akan datang? Al-Quran yang memberi informasi. 

“Barang siapa mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Aku berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan sungguh akan Aku berikan kepada mereka pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka lakukan. (An-Nahl :97).

Diberi kehidupan yang baik adalah kehidupan bahagia di dunia ini. Dan nanti di akhirat mendapat balasan yang jauh lebih hebat lagi. Alangkah indahnya janji Allah ini.

Persoalannya, apakah kita sudah menanam pohon amal shaleh pada halaman kehidupan kita? Atau tetap memilih berlari mengejar kupu-kupu tanpa arah?

Amal shaleh itu banyak macamnya. Sangat luas. Seluas samudera. Jika dikelompokkan bisa disederhanakan menjadi tiga. Pertama: keshalehan ritual yaitu ketekunan ibadah ritual. Shalat, baca alquran, puasa, berdzikir dan sebagiannya. 

Kedua: Keshalehan sosial yaitu kepedulian pada masyarakat atau orang lain. Perhatian kita pada kaum dhu’afa, fakir-miskin, orang terlantar dan terkena musibah. Uluran tangan itu sangat berarti. Ketiga: Keshalehan publik yaitu melaksanakan amanah yang berkaitan dengan layanan dan amanah publik. Yang ini, terutama bagi pemangku kekuasaan.

Ketiga pohon itu, keshalehan ritual, keshalehan sosial, dan keshalehan publik harus tumbuh sama-sama subur. Jika hanya salah satu yang tumbuh baik, sedang lainnya tumbuh kering, maka kupu-kupu kebahagiaan tidak tertarik mendekat. Ada polusi moral kehidupan di sana sehingga pohon amal shaleh itu tumbuh pincang. Dan itu atmosfer yang tidak sehat bagi kupu-kupu kebahagiaan.

Adapun orang yang enggan menanam pohon amal shaleh dalam hidupnya maka hidupnya akan sempit. Serba sumpek. Jauh dari kebahagiaan hidup. Di luar mungkin tampak serba baik. Namun sesungguhnya hatinya jauh dari kebahagiaan. Urip iku sawang sinawang. Ana wong numpak Mercy tapi karo berebes mili. Ana wong mung melaku tapi ngguya-ngguyu.

Orang yang tidak punya pohon keshalehan hidupnya sumpek. Itulah yang ditegaskan al-Quran: 

“Barang siapa yang berpaling dari ajaranku maka hidupnya akan sangat sempit dan nanti di akhirat akan Kami giring dikumpulkan dengan keadaan buta.” (Thaha: 124).

Yang harus diingat ialah menyuburkan amal baik berbeda dengan menyuburkan nama baik. Kita harus memupuk amal baik. Bukan memupuk nama baik. Kita sering merasa sedang melakukan amal baik, padahal yang kita lakukan sebenarnya membangun nama baik. Sepertinya beda-beda tipis. Tetapi konsekuensinya jauh. Di sisi Allah yang dilihat amal baik, bukan nama baik.

Orang yang melakukan amal baik memang bisa dapat nama baik. Dapat pujian. Penghargaan dan popularitas. Itulah bonus dari amal baik. Bukan tujuan. Sekali lagi itu bonus. Bukan tujuan.

Amal baik digerakkan hati yang tulus. Sedangkan membangun nama baik digerakkan oleh nafsu dan ambisi. Kita agaknya perlu latihan terus menerus agar hati tulus bisa mengalahkan nafsu. Rasulullah SAW pernah sangat mengkhawatirkan syirik kecil bagi umatnya yaitu riya. Ada tujuan tersembunyi dalam aktivitasnya. Ingin dipuji atau dilihat orang. Wujudnya halus hampir tidak terdeteksi. 

Saudaraku, amal baiklah yang bisa mendatangkan kupu-kupu kebahagiaan. Bukan nama baik.
Keinginan agar namanya menjadi baik, ingin dapat pujian, ingin populer justru menghancurkan kebahagiaan. Hidup menjadi bergantung pada kendali orang lain. Jika nama baik tidak bisa diraih, atau kalah dengan nama baik orang lain maka dia akan kecewa. []

*) Penulis Ketua PD Muhammadiyah Buleleng

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *