- Oleh Ustadz H. Moh. Ali Susanto, M.Pd
MUSIBAH adalah sesuatu yang tidak disenangi. Padamnya listrik ketika dibutuhkan adalah musibah. Paketan habis di saat deadline pun juga musibah.
Musibah berasal dari kata bahasa Arab ashaba, yang artinya mengenai, menimpa, atau membinasakan. Musibah juga berarti kemalangan (al-baliyyah) atau setiap kejadian yang tidak diinginkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia musibah berarti kejadian (peristiwa) menyedihkan yang menimpa, malapetaka atau bencana.
Musibah merupakan kejadian yang datang atas ketentuan Allah SWT dan tidak bisa ditolak. Merujuk pada ayat Al-Quran ada beberapa macam musibah;
- Ujian bagi keimanan dan kesabaran seseorang. Ini merupakan keniscayaan dalam hidup (QS. Al-Ankabut: 2-3),
- Sebagai cara yang diberikan oleh Allah untuk pengampunan dosa (QS. Ali Imran 140-141).
- Sebagai pembalasan atas kesalahan (QS. Al-Ankabut 40)
- Sebagai obat atas penyakit yang diderita (QS. Al-Mukminun 75-76)
Selanjutnya Al-Quran juga mengisyaratkan bahwa musibah terjadi akibat memperturutkan nafsu atau kebodohan manusia (QS. Asy-Syura 30 dan Thaha 81). Karena itu, Allah memerintahkan manusia untuk selalu belajar, dan Nabi SAW mengingatkan lewat sabdanya:
”Jadilah seorang cendekiawan, atau penuntut ilmu, atau pendengar ilmu yang baik, atau pencipta ilmu, dan jangan menjadi yang kelima (orang bodoh), karena jika demikian engkau akan celaka.”
Jika digarisbawahi maka musibah diberikan untuk kebaikan bagi manusia. Pemilik perahu yang dibocorkan oleh Nabi Musa adalah orang-orang miskin. Hal tersebut tidak menyenangkan para pemiliknya, itu musibah bagi mereka.
Namun, pada hakikatnya tidak demikian. Perahu itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut. Dibocorkan agar nampak tidak sempurna oleh raja (penguasa) yang akan mengambil perahu-perahu yang baik secara paksa (QS Al-Kahfi: 79).
Mudah-mudahan musibah yang dihadapi bangsa kita ini adalah jenis musibah ini. Namun, tidak dapat kita elak jika bangsa kita saat ini sedang sakit. Kemaksiatan sudah mewabah, sebagian besar manusia bahkan tidak merasa terwabah. Bagaimana cara mengobati jika yang sakit pun tidak merasa dirinya sakit.
Pergaulan lawan jenis di luar tatanan agama sudah terjadi di mana-mana. HP sudah menjadi kebutuhan pokok bagi setiap usia. Tidak sedikit dari mereka yang salah mengkonsumsinya. Korupsi sudah mulai menjadi tujuan bersama.
Anak lupa kalau orang tua adalah harta yang berharga. Orang tua lupa bahwa anak bukanlah miliknya. Muncul para pemuda berseragam hitam yang nomaden di tepi jalan. Minuman keras dan narkoba menjadi penawar kegelisahan.
Namun, tahukah kita akan musibah yang lebih besar daripada itu semua? Lebih besar daripada gempa bumi yang meluluhlantakkan kota. Lebih besar daripada banjir tsunami yang menyapu rata. Lebih dahsyat dari angin puyuh yang menerbangkan semua yang ada.
Allah subhanahu Allah berfirman: “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan Mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (Surat An-Nur, ayat 63).
Menyelisihi jalan kebenaran, jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, menyelisihi syariat Islam, menyelisihi petunjuk nabi, menyelisihi Al-Quran, itulah semua yang mengundang bencana.
Saat kita diuji dengan bencana alam gempa bumi, tsunami dan lain sebagainya lantas kemudian kita kembali kepada Allah menjadikannya sebagai pemicu untuk bertaubat kepada Allah sebagai jalan untuk taat dan kembali meniti jalan kesholehan maka sungguh musibah itu akan membuka lembaran-lembaran kebaikan bagi kehidupan kita.
Namun jika kekuasaan Allah yang mutlak itu telah ditunjukkannya dalam bentuk musibah yang datang silih berganti, lantas kemudian kita tidak mengambil pelajaran. Kita tidak kembali kepada jalannya, kita tidak bertaubat, bahkan justru semakin sombong, semakin pongah dengan kesyirikan dan kemaksiatan, maka azab Allah yang paling besar akan menimpa kita berupa kesesatan, berupa kekufuran, berupa jauhnya dan semakin jauhnya kita dari jalan Allah. Inilah musibah di atas musibah.
Musibah terbesar saat Allah jauhkan kita dari-Nya. Wallahul musta’an. Bumi langit dan seluruh semesta sejatinya adalah makhluk yang taat kepada Allah, maka tidak sepantasnya manusia saat diberikan wahyu oleh Allah untuk hidup di atas bimbingan wahyu itu lantas kemudian menjauhkan diri dan bahkan menistakan wahyu Allah dan lebih memilih jalan yang dia buat sendiri. Aturan yang dia karang sendiri. Jalan hidup yang mereka rekayasa sendiri. Itulah yang justru akan menjadikan manusia itu terjatuh ke dalam lembah kebinasaan.
Allah ta’ala berfirman: “Barangsiapa yang berpaling dari peringatanku, maka sungguh aku akan berikan baginya kehidupan yang sempit dan kami bangkitkan dia di hari akhirat dalam keadaan buta.”
Para orang shaleh yang terdahulu saat mereka mendapatkan musibah, maka takutnya kepada Allah semakin bertambah dan itu mengantarnya lebih dekat kepada Allah. Manusia sejatinya adalah hamba Allah yang ditugaskan beribadah kepada Allah dengan sebenarnya benarnya, saat kedurhakaan terjadi maka musibah itu akan menerpa semuanya, yang shaleh maupun yang salah, yang bermaksiat maupun yang taat.
“Dan takutlah atas siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.” (Surat Al-Anfal, Ayat 25)
Di sinilah pentingnya kita memahami arti dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. Tegaknya dakwah amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah jaring pengaman ilahiah atas adzab dan kemurkaan-Nya. Semoga kita semua mendapatkan ibrah dan pelajaran. []
*) Penulis adalah Ketua PD Muhammadiyah Buleleng

