Puasa pada Anak

  • Oleh dr. Rizani, M.Ked.

RAMADHAN merupakan bulan paling suci bagi umat Islam. Puasa selama Ramadhan adalah praktik keagamaan yang signifikan dan pilar utama Islam. 

Puasa Ramadhan melibatkan pantangan yang ketat dari makanan, minuman dan obat-obatan dari matahari terbit hingga terbenam selama 29-30 hari. Periode rerata puasa ini berlangsung antara 12 dan 14 jam, namun dapat diperpanjang hingga 22 jam tergantung pada musim dan garis lintang. 

Anak-anak, usia lanjut, pelaku perjalanan, ibu hamil, ibu yang sedang menyusui, dan orang yang sedang sakit memiliki perkecualian. Walaupun begitu, banyak pasien diabetes, anak-anak maupun dewasa, menolak adanya keringanan. Dengan kesadaran dan semangat spiritual, mereka tetap melakukan puasa.

Dalam sebuah studi multi-nasional dari 39 negara dan lebih dari 38.000 wawancara pribadi (dalam 80 bahasa yang berbeda), ditunjukkan bahwa Muslim di Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika Utara, dan Afrika sub-Sahara, median antara 94% dan 99% menyatakan mereka berpuasa di bulan Ramadhan. 

Jarak antara waktu mulai berpuasa hingga berbuka ini berbeda-beda, tergantung di belahan dunia mana kita berada. Namun, umumnya di Indonesia, puasa berlangsung antara 10-12 jam. Bagaimana kita bisa bertahan? Sesungguhnya, makanan yang kita makan dapat mempertahankan kadar gula dalam darah hingga 4 jam. Setelah itu, tubuh mulai memecah cadangan yang ada dalam hati.

Ramadhan dipandang sebagai waktu spiritual untuk refleksi, perbaikan dan peningkatan pengabdian dan penyembahan kepada Allah. Puasa selama ini adalah salah satu dari lima rukun Islam, dan semua Muslim dewasa diwajibkan untuk melakukannya, membaca dan merenungkan kitab suci Alquran, tidak merokok, dan tidak berhubungan seks selama jam puasa. Anak-anak, muslim yang sakit, bepergian, lanjut usia, hamil, menyusui, diabetes, menstruasi diberi keringanan untuk tidak berpuasa. 

Hipoglikemia adalah salah satu gangguan metabolisme yang paling umum di masa kanak-kanak. Untuk menentukan penyebab hipoglikemia, tes toleransi puasa dapat digunakan. Nilai referensi yang tersedia saat ini untuk tes toleransi puasa memiliki keterbatasan dalam penggunaannya dalam praktik sehari-hari. Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) mengatakan tidak berbahaya bagi anak-anak untuk berpuasa. Mereka menyarankan agar anak-anak kecil, berusia tujuh atau delapan tahun, berpuasa. Artikel ini akan membahas hal-hal yang perlu diperhatikan oleh anak dalam berpuasa Ramadhan.

Durasi Puasa

Bulan Ramadhan mengikuti tahun kalender lunar (Hijriah), bisa terjadi di musim apa saja. Periode rerata puasa ini berlangsung antara 12 dan 14 jam, namun dapat diperpanjang hingga 22 jam tergantung pada musim dan garis lintang.

Fisiologis Tubuh saat Berpuasa

Puasa 6-24 jam pertama dikategorikan sebagai tahap penyerapan, dimana glikogenolisis memenuhi kebutuhan glukosa tubuh, termasuk otak. Setelah simpanan glikogen hati telah digunakan, glukoneogenesis ditingkatkan. Asam amino glukogenik, gliserol, piruvat dan laktat, memungkinkan kebutuhan glukosa tubuh terpenuhi hingga 2-10 hari. 

Glikogen otot (yang membentuk laktat) dan protein otot (yang mengandung alanin) digunakan untuk memelihara tubuh dan otak, dengan mengorbankan pengecilan otot rangka. Tahap glukoneogenik ini diikuti oleh tahap konservasi protein.

Setelah 10 hari puasa terus menerus, simpanan lemak digunakan untuk ketogenesis di hati. Ini membantu melestarikan massa otot, sementara memungkinkan otak berfungsi pada badan keton, dan otot memanfaatkan asam lemak. 

Perubahan serupa, meskipun pada tingkat yang lebih rendah, terlihat pada puasa intermiten yang terjadi selama Ramadhan. Namun, kekurangan cadangan insulin menyebabkan percepatan sementara dalam perubahan ini dan tidak mencegah ketogenesis dan memburuk menjadi keadaan klinis maladaptif (ketoasidosis). Anak-anak yang tinggal di garis lintang ekstrem mungkin merasa kesulitan untuk memenuhi kewajiban puasa Ramadhan.

Perubahan Neurobehavioral saat Puasa

Dalam 167 tes puasa yang dilakukan dalam penelitian Bello AK dkk, hipoglikemia dicapai dalam 52 (31%) tes. Anak kecil memiliki simpanan glikogen yang rendah, dan karenanya lebih rentan terhadap hipoglikemia, bahkan selama puasa dengan durasi yang singkat. 

Kelemahan ini diperparah oleh tingkat metabolisme yang lebih tinggi yang dimiliki anak-anak. Puasa dapat berkembang menjadi dehidrasi dan ketoasidosis lebih cepat pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Ketidakstabilan kardiovaskular, rasa lapar, haus, dan pemarah telah dicatat pada anak-anak yang berpuasa sebelum menjalankan operasi.

Hipoglikemia terjadi relatif lebih cepat pada anak yang berpuasa. Hal ini terlihat pada anak-anak normal, tanpa gangguan metabolisme atau endokrin. Kecepatan hipoglikemia dan ketosis tergantung pada usia. 

Anak usia 0-24 bulan mengalami ketosis dan hipoglikemia lebih banyak dibandingkan dengan usia 25 hingga 84 bulan. Anak-anak berusia 85 hingga 216 bulan juga rentan terhadap gangguan metabolisme yang disebabkan oleh puasa. 

Puasa Ramadhan mengubah gaya hidup sehari-hari, pola diet, dan lingkungan metabolisme. Perubahan ini lebih terlihat pada anak-anak, yang sering mengambil kesempatan untuk menikmati makanan yang dibatasi. Perubahan pola tidur yang diharuskan oleh puasa Ramadhan dapat mempengaruhi konsentrasi saat sekolah.

Penelitian asli tentang puasa Ramadhan pada anak-anak dan remaja masih terbatas. Sebuah studi kohort prospektif dari Qatar mengamati 18 anak laki-laki Muslim sehat, berusia 12,6 ± 1,5 tahun, untuk menilai efek fisiologis dan neurobehavioral dari puasa Ramadhan. 

Menariknya, para peserta melaporkan peningkatan yang signifikan dalam asupan lemak dan protein selama Ramadhan. Pra-remaja diamati memiliki penurunan persentase lemak tubuh, hemoglobin dan besi serum. 

Efek neurobehavioural puasa beragam: pra-remaja menunjukkan kinerja yang memburuk dalam uji sampel yang cocok. Secara keseluruhan, anak-anak melaporkan peningkatan yang signifikan dalam perencanaan tata ruang, tugas memori kerja, dan skor tes kapasitas memori kerja. Durasi tidur mereka menurun 1,8 jam selama Ramadhan.

Pengaturan Pola Makan pada Anak yang Berpuasa

Pemenuhan gizi seimbang pada anak yang berpuasa Ramadhan tetap harus terpenuhi. Perbedaannya, kita perlu memerhatikan jenis makanan mana yang menjadi pilihan untuk sahur dan berbuka. 

Saat sahur sebaiknya makanan yang dikonsumsi adalah makanan dengan indeks glikemik rendah agar tubuh dapat mempertahankan gula darah lebih lama. Contoh makanan dengan indeks glikemik rendah adalah kurma, beras merah, dan oatmeal. 

Saat berbuka makanan yang sebaiknya dikonsumsi adalah makanan dengan indeks glikemik tinggi karena dapat meningkatkan kadar gula dalam waktu singkat. Contohnya jus buah, kentang, donat, dan lain-lain. Konsumsi gula tambahan pada anak tetap perlu dibatasi kurang dari 6 sendok teh (25 gr) per hari untuk mencegah pola makan yang tidak baik dan mengantuk saat menunaikan kegiatan Ramadhan setelahnya. Pada setiap menu makan berat juga perlu dilengkapi dengan protein hewani, nabati, lemak, vitamin, dan mineral.

Hal yang perlu diperhatikan juga adalah asupan cairan untuk mencegah dehidrasi. Antara waktu berbuka dan sahur perlu diberikan asupan cairan, baik air mineral maupun dari makanan yang dikonsumsi, secara intermiten. 

Kebutuhan cairan untuk anak usia 4-8 tahun 1700ml/hari, usia 9-13 tahun 2100ml/hari (perempuan) – 2400ml/hari-hari (laki-laki) dan usoa 14-18 tahun 2300 ml/hari (perempuan dan 3300 ml/ hari (laki-laki). []

*) Penulis adalah Wakil Ketua PD Muhammadiyah Buleleng

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *