Pikun

  • Oleh dr. Rizani, M.Ked.

DI Inggris, pikun alias demensia adalah krisis kesehatan dan sosial terbesar. Menurut Federasi Asosiasi Alzheimer, satu dari tiga orang yang lahir di Inggris akan menderita demensia seumur hidupnya.

Dalam 50 tahun ke depan, jumlah pasien akan meningkat tiga kali lipat. Alzheimer adalah penyakit saraf paling umum yang menyebabkan demensia.

Edo Richard adalah profesor neurologi dan ahli saraf klinis di Radboud University Medical Center di Belanda, mengerjakan proyek kerja sama dengan Universitas Cambridge, di Inggris untuk menyelidiki cara-cara etis untuk mencegah demensia.

Dalam peran klinisnya, ia menangani banyak pasien Alzheimer dan keluarga mereka. Para pasien yang pertama kali menemuinya kerap dirujuk anggota keluarga yang prihatin, dan yang paling umum adalah pasien itu cepat lupa.

Dan yang umum terjadi adalah gangguan daya ingat ketika orang menceritakan sesuatu yang baru saja diceritakan 1/2 jam yang lalu. Atau bertanya dan mengulang pertanyaan itu beberapa kali sehari. Atau lupa janji pertemuan. Atau yang relatif sering, orang itu juga semakin tak mengenal waktu sehingga lupa kalau ada jadwal pertemuan atau bertanya pada pagi hari: “Kapan kita harus pergi?” Padahal pertemuannya pada sore hari.

Profesor Richard menggambarkan Alzheimer dan demensia sebagai “penyakit yg kejam & menghancurkan” karena pasien kehilangan kendali dan dampaknya terhadap suasana hati, ingatan, dan kepribadian. Membandingkannya dengan penyakit umum lainnya, ia mengatakan, Alzheimer memiliki dampak yang sangat tidak menyenangkan bagi pasien dan keluarga mereka.

Jika pernah mengalami serangan jantung dan setelahnya cacat fisik karena setelah berjalan 100 meter, Anda sesak napas. Itu disabilitas yang parah, tetapi tetap orang yang sama. Dan kehilangan hakikat diri sebagai manusia adalah salah satu hal yang paling ditakuti. Ini bisa dimengerti, karena begitulah cara kita bertahan, berkomunikasi, berpikir, inilah diri kita.

Profesor Carol Brayne adalah pakar epidemiologi di Cambridge Public Health. Ia membantu melakukan penelitian dan mendapati  850.000 orang di Inggris menderita demensia.

Patologi Alzheimer bisa rumit, terutama pada skala dan jumlah yang terlibat.

Selama ini, tim dokter bisa memeriksa amiloid & protein yang terkait Alzheimer di otak yang disebut tahu setelah orang itu meninggal. Belakangan, spesialis pemindai otak yang dikenal sebagai pemindai PET dapat membantu dokter menemukan protein pada pasien yang masih hidup. Tetapi pemindai ini hanya ada sedikit di seluruh dunia. Alternatifnya adalah tes cairan tulang belakang, dan baru-baru ini tim ilmuwan mengembangkan tes darah untuk membantu mendiagnosis Alzheimer.

Profesor Brayne mempelajari demensia di seluruh dunia, dengan menilai batasan diagnosis “tidak jelas”. Sebagian negara tidak mengenal demensia. Kondisi seperti itu malah dianggap “ulah setan”.

Diagnosis berdasar pada kemampuan individu untuk berfungsi dalam aktivitas sehari-hari & ini dapat bervariasi sesuai situasi spesifik seseorang – misalnya, membuatnya lebih mudah untuk dideteksi lebih awal pada pasien usia < 80 tahun yang mungkin masih bekerja atau yang lebih aktif dan mandiri.

Profesor Carol Brayne mengatakan, “Jumlah sebenarnya adalah 850.000 orang di Inggris mengidap demensia. Ini adalah sindrom klinis dan Alzheimer adalah subtipe dari demensia. Terdapat berbagai jenis bukti yang dapat digunakan untuk mengatakan berapa proporsi dari 850.000 orang itu yang mungkin punya diagnosis klinis Alzheimer. Jadi, mungkin sekitar 60% dari 850.000 orang memiliki diagnosis klinis, atau mungkin diperkirakan memiliki diagnosis klinis penyakit Alzheimer, terlepas dari apakah itu yang benar-benar akan kita lihat jika kita dapat melihat otak semua orang itu.”

Kemajuan medis baru menawarkan solusi baru mengobati Alzheimer. Mungkin yang paling baru adalah obat Lecanemab yang dibuat Eisai. Obat ini telah diizinkan digunakan di Inggris oleh Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan.

Dalam uji coba, obat tersebut terbukti memperlambat penurunan kognitif hingga 25% pada pasien Alzheimer tahap awal dalam 18 bulan dan bekerja dengan membersihkan protein amiloid di otak yang menumpuk pada pasien Alzheimer. Namun, NICE – badan yang merekomendasikan obat-obatan untuk Layanan Kesehatan Nasional –, mengatakan pada Agustus 2023, bahwa manfaat Lecanemab tidak sebanding dengan harganya.

Dr. Sebastian Walsh, doktor dalam bidang kedokteran kesehatan masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Cambridge menjelaskan: “Jadi Lecanemab menghilangkan patologi amiloid dari otak. Dan ada beberapa bukti dari uji coba yang menunjukkan bahwa obat ini memiliki efek samping pada beberapa perubahan selanjutnya, seperti axon (neuron), dan beberapa penanda pembentukan saraf di otak.” 

“Uji coba berlangsung 18 bulan, dan kami melihat efek yang relatif kecil dalam apa yang kami sebut sebagai istilah absolut. Setiap orang dalam uji coba sengaja dipilih karena mereka masih sangat awal dalam mengidap penyakit itu dan pada tahap paling awal itu, tingkat penurunan yang dialami setiap orang cukup kecil. Dan karena penurunan secara keseluruhan cukup kecil, bahkan sejumlah kecil yang dihemat berarti persentase yang cukup besar.”

Namun mungkin salah satu area terpenting yang dapat dilakukan individu untuk mengurangi kemungkinan terkena Alzheimer dan demensia adalah melalui perubahan gaya hidup. Pd.2010 minat pada bidang perawatan pencegahan ini meningkat pesat.

Jadi, yang diketahui tentang pencegahan demensia adalah bahwa di Inggris, survei terhadap perwakilan populasi pada 1990 dan sekitar 2010, di wilayah yang sama di Inggris, diuji dengan cara yang sama, dengan kriteria yang sama. Dan jika berusia 85 tahn, demensia sedikit lebih kecil kemungkinannya pada 2010, daripada pada tahun 1990.

Ini adalah bidang penelitian yang rumit karena berurusan dengan orang-orang yang mendekati akhir hidup mereka, tetapi laporan Lancet tentang demensia mengidentifikasi 14 faktor risiko berbeda yang memiliki cukup bukti untuk dianggap sebagai faktor risiko kausal untuk demensia.

Faktor-faktor seperti tekanan darah tinggi, obesitas, kurang aktivitas fisik, diabetes, dan merokok memengaruhi banyak sistem tubuh, jadi mungkin tidak mengherankan bahwa faktor-faktor tersebut juga dapat mempengaruhi risiko demensia.

Menurut Dr. Walsh, tentu saja kita melihat sinyal bahwa hal-hal seperti tekanan darah tinggi, obesitas, kurang aktivitas fisik, diabetes, dan merokok. Kita tahu bahwa hal-hal tersebut mempengaruhi banyak sistem tubuh, dan tidak mengherankan jika kita juga menduga hal-hal tersebut memengaruhi risiko demensia. Itu dapat terjadi melalui hal-hal seperti stroke. Perlu dipikirkan cara untuk mengatasi faktor-faktor risiko tersebut.

Ada juga laporan tentang bagaimana menjaga otak tetap aktif – baik melalui teka-teki sudoku harian atau mempelajari bahasa atau alat musik baru – dapat membantu memperlambat penurunan kognitif.

Dr. Walsh mengatakan penelitian tentang faktor-faktor ini rumit dan tidak konklusif, tetapi mempertanyakan bahaya apa yg dapat ditimbulkan. Jika seseorang menikmati kegiatan-kegiatan ini dan itu meningkatkan kualitas hidup, maka itu tidak akan menjadi hal yang buruk. []

*) Penulis adalah Wakil Ketua PD Muhammadiyah Buleleng

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *