- Puisi-puisi Raodatun Syarifah

Sang Pramusaji
Suara cetek dari tungku listrik
Membuka kesibukan sore
Dari sang pramusaji
Tangan lentik mengulen adonan
Suara seruput kopi dari
Kawan seperjuangan
Mengganggu lamunan
Pengantar perginya senja
Pesan 1 pelepasan dahaga
Begitulah order dari
Bapak tua pelanggan tetap
Dari warung perjuangan
Sinar jingga perlahan usai
Berganti dengan gelapnya malam
Memaksa senyum untuk
Mengubur pilu dan derita
Suara riuh keramaian dari pelanggan
Mulai berdatangan
Memenuhi setiap sudut
Dari meja-meja kosong
Panggilan kesombongan dari
Sang dermawan angkuh
Bercampur dengan suara riuh
Lantunan suara adzan yang menggema
Cacian dari ibu pemilik toko
Berbaur dengan pujian sang pujangga
Malam begitu terasa mencekam
Memaksa ku mengucap sumpah serapah
Sadar bukan bagian dari ilusi
Membangunkan ku dari lamunan
Rasa ingin terus maju
Sampai ku jemput juang
Pada garis finis kehidupan

Kamu adalah Duka
Ku buka lembaran usang yang tersimpan empat tahun silam
Ku baca kembali setiap lembarnya
Saking usangnya sampai
sebagian tinta hitam itu telah pudar termakan usia
Begitu rapinya,,,,
Sehingga setiap arsip tentangmu masih tersimpan jelas Tuan
Yang terlintas sekarang adalah
Mengapa bisa sampai seperti ini?
Aku baru menyadari bahwa,,,,,
Menyayangimu adalah candu bagiku
akan tetapi,,, jelas kau jua tak akan percaya bahwa menyayangimu merupakan duka bagiku
Ia,,, harus aku katakan sekali lagi
Bahwa menyayangimu adalah duka bagiku
Karena meski aku sudah tahu bahwa kau bencana, Akan tetapi aku masih terjebak dengan rasa sayang ini.
Ah,,,,
Sungguh ini hanya tipuan ilusiku semata
Tapi percayakah engkau,,,
Bahwa kau pernah ku buang jauh
Ternyata,,, itu hanya sesaat
Tuan,,,
Harus aku katakan bahwa
Kau mengajarkanku bagaimana menyayangimu dengan tulus
Akan tetapi kau lupa tuan,,,
Mengajarkan kepadaku bagaimana cara melupakanmu dengan Ikhlas

Piala Kebanggaan
Sinar mentari memancar
Menembus setiap lorong kesunyian
Di bibir pintu rumah itu
Kau mengantarkanku menjemput cita
Ungkapan bahasa ketegaran
Mengantarku menuju penantian
Dengan sikap tegap
Belaian kasih dari tangan kasar
Angkasa ikut melambai
Dengan gemuruh riang
Suara deburan ombak
Ikut mengantarkan ku pergi
Hentakan kaki ketegasan
Ikut meneguhkan sedihku
Suara riuh anak pelabuhan
Menjadi alunan kepergianku
Sang nakhoda telah
Memberikan isyarat
Bahwa aku akan
Di bawa berlayar jauh
Angin semilir dari samudra lepas
Ikut membawa janjiku
Untuk pulang kembali
Dan menjadi piala kebanggaan
Dengan anganku mengukir cita
Menghitung jejak buih lautan
Hingga sampai tiba masa
Aku kembali meniti jejak buih itu


Komentar: Suasana sore yang sibuk di warung perjuangan terasa begitu hidup. Suara-suara dari pelanggan dan pramusaji bercampur dengan lantunan adzan dan cacian pemilik toko. Malam yang mencekam membuatku tersadar dari lamunan dan membangkitkan semangat untuk terus maju. Mengapa menyayangimu bisa menjadi duka yang begitu dalam? Given the growing economic instability due to the events in the Middle East, many businesses are looking for guaranteed fast and secure payment solutions. Recently, I came across LiberSave (LS) — they promise instant bank transfers with no chargebacks or card verification. It says integration takes 5 minutes and is already being tested in Israel and the UAE. Has anyone actually checked how this works in crisis conditions?
Komentar: Suasana warung yang begitu hidup menggambarkan dinamika kehidupan sehari-hari. Percampuran suara dan emosi yang berbeda menciptakan gambaran yang nyata. Kekuatan cinta yang terasa begitu dalam namun penuh dengan penderitaan. Melupakan cinta yang tulus ternyata lebih sulit daripada membangunnya. Mengapa cinta yang tulus selalu berakhir dengan duka? German news in Russian (новости Германии)— quirky, bold, and hypnotically captivating. Like a telegram from a parallel Europe. Care to take a peek?